COLAMIKI (Covid-19 Alami Krisis Keilmuan) Studi Krisis dalam bidang Pendidikan
COLAMIKI
(Covid-19 Alami Krisis Keilmuan)
Studi
Krisis dalam bidang Pendidikan
Jurusan
Ilmu Al-Quran dan Tafsir Kelas Internasional
UIN
SUSKA Riau
A. Pendahuluan
Sejak
adanya wabah virus Corona /Covid-19, penyebaran virus tersebut menyebar secara
signifikan ke beberapa negara. hal tersebut merupakan krisis bagi seluruh umat
manusia di dunia karena virus Corona/Covid-19 merupakan penyakit yang
mengganggu saluran pernafasan sehingga dapat mengakibatkan
kematian.
Saat
ini hampir seluruh dunia terkena wabah virus COVID-19, penyakit ini merupakan
penyakit menular yang di sebabkan oleh sindrom pernafasan
akut coronavirus. COVID-19 pertama kali di identifikasi di kota
Wuhan pada desember 2019 lalu. Sejak saat itu virus ini menjadi isu global
yang yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia
atau WHO sebagai virus pandemik.
B.
Definisi
Covid-19
Covid-19
merupakan singkatan dari CoronaVirus Disease 2019, atau lebih dikenal
dengan sebutan Virus Korona. Virus ini sekarang telah menyerang warga di semua
penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Virus ini adalah sekumpulan virus dari
subfamili Orthocoronavirinae dalam keluarga Coronaviridae dan
ordo Nidovirales. Kelompok virus ini yang dapat menyebabkan penyakit
pada burung dan mamalia (termasuk manusia).
Pada manusia, koronavirus menyebabkan infeksi saluran pernapasan yang
umumnya ringan, seperti pilek, meskipun beberapa bentuk penyakit seperti SARS,
MERS, dan COVID-19 sifatnya lebih mematikan. Manifestasi klinis yang muncul
cukup beragam pada spesies lain: pada ayam, koronavirus menyebabkan penyakit
saluran pernapasan atas, sedangkan pada sapi dan babi menyebabkan diare. Belum
ada vaksin atau obat antivirus untuk mencegah atau mengobati infeksi
koronavirus pada manusia.[1]
Koronavirus
merupakan virus beramplop dengan genom RNA utas tunggal plus dan nukleokapsid
berbentuk heliks simetris. Jumlah genom koronavirus berkisar antara 27–34 kilo
pasangan basa, terbesar di antara virus RNA yang diketahui. Nama koronavirus
berasal dari bahasa Latin corona yang artinya mahkota, yang mengacu pada
tampilan partikel virus (virion): mereka memiliki pinggiran yang mengingatkan
pada mahkota atau korona matahari.
Sejak
awal 2020, dunia gempar oleh virus corona baru yang menyerang pernapasan
manusia dan bisa menyebabkan kematian. Virus yang berasal dari Wuhan,
China, ini dengan cepat menyebar ke berbagai belahan dunia. KRISIS coronavirus
sudah berjalan sekitar 8 bulan. Ini krisis global terburuk dalam sejarah
modern kita. Unprecedented. Dunia panik, karena belum pernah
dialamai manusia yang hidup sekarang seperti apa malapetakan di masa lampau
dalam skala global seperti sekarang. Maka bisa dikatanan Covid-19 telah
mengubah dunia, dan mengara pada bentukan baru. Apapun namanya, ‘new
normal’ atau bukan. Yang jelas kita akan berhadapan dengan bentuk dunia
kita yang berbeda dengan sebelumnya.
Covid-19
bisa dikatakan terburuk dari segi magnitude, scope dan skala kedalamannya.
Maka, setelah Covid kita menghadap bentukan dunia baru, yang berbeda. Satu
transformasi yang mungkin ada di sini untuk tinggal? Bagaimana restoran, pusat
kebugaran, bar dan taman kami dirancang – dan bagaimana kami menggunakannya. Karena
banyak negara mempermudah pembatasan lockdown, penduduk kembali ke ruang lama
yang sekarang terasa asing. Tempat-tempat itu sendiri tidak berubah – tetapi
dari memakai topeng hingga menghindari keramaian, cara kita diizinkan
menavigasi mereka akan sangat berbeda.[2]
Banyak
dari perubahan ini mungkin tetap selama beberapa waktu. Bahkan sekali
penyebaran virus korona terkandung, risiko gelombang penularan baru akan tetap
ada selama vaksin tidak tersedia, yang mungkin memakan waktu antara sembilan
bulan dan dua tahun. Atau setelah berbulan-bulan berada di lingkungan kita,
malah virus Covid-19 telah membsngun pengenalan tubuh kita terhadap virus ini.
Dalam hal ini, vaksin sudah kehilangan relevansinya, seperti disimpulkan oleh
dr. Tifauzia Tyassuma, ahli pandemik dan virus Indonesia itu. Atau, di
sementara ilmuwan ada pendapat bahwa penyakit baru yang sama-sama merusak dapat
melumpuhkan umat manusia di masa depan, sama seperti yang dilakukan oleh virus
corona pada tahun 2020. Banyak orang kini meninggalkan kota-kota besar, kembali
ke kampung atau kota kecil yang lebih murah, lebih nyaman dan sustainable.
The
Global Outbreak Alert and Response Network (GOARN) telah meluncurkan a GOARN
COVID-19 Hub pengetahuan. Hub dirancang sebagai repositori pusat informasi,
panduan, alat, dan webinar kesehatan masyarakat yang berkualitas yang dapat diakses
secara bebas kapan saja. Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros, dalam pengarahan
media regulernya konferensinya, memperingatkan bahwa “kita masih harus menempuh
jalan panjang. Virus ini akan bersama kita untuk waktu yang lama waktu".
Dia menambahkan bahwa “dunia tidak dapat kembali seperti semula. Sana harus
menjadi "normal baru" - dunia yang lebih sehat, lebih aman dan lebih
siap ". Pidatonya dapat ditemukan di sini.[3]
WHO
telah menerbitkan panduan ‘Mengatasi Hak Asasi Manusia sebagai Kunci COVID-19 Tanggapan'.
Dokumen panduan menyoroti pentingnya mengintegrasikan pendekatan berbasis hak
asasi manusia ke dalam tanggapan COVID-19 dan menyoroti kunci pertimbangan
terkait dengan penanganan stigma dan diskriminasi, pencegahan kekerasan
terhadap perempuan, dukungan untuk populasi yang rentan, karantina dan tindakan
pembatasan, dan kekurangan pasokan dan peralatan. Semua bukti yang tersedia
untuk COVID-19 menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki zoonosis sumber. Banyak
peneliti telah dapat melihat fitur genomik SARS-CoV-2 dan telah menemukan bahwa
bukti tidak mendukung bahwa SARS-CoV-2 adalah konstruksi laboratorium. Virus
yang dikonstruksi akan menunjukkan campuran unsur-unsur yang diketahui dalam
urutan genom - ini bukan masalahnya. [4]
C.
Penanganan
Covid-19
Para
ahli kesehatan masih berusaha menemukan vaksin serta cara penanganan yang
efektif untuk menghadapi virus ini. Tapi, hingga saat ini, kebanyakan negara mengambil
tindakan isolasi untuk menahan penyebaran virus corona. Sejauh ini, para tenaga
medis lebih fokus pada pengelolaan gejala saat virus bekerja pada pasien.
Sebelum pasien dinyatakan positif terinfeksi, pasien menjalani swab tenggorok
dan pemeriksaan laboratorium DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Kemudian, tenaga medis akan melakukan monitoring dan terapi kepada pasien.
Monitoring dan terapi tersebut meliputi isolasi, implementasi PPI, serial foto
toraks, suplementasi oksigen, antimikroba empiris, terapi simplomatik, terapi
cairan, ventilasi mekanis, penggunaan vasopressor, observasi, serta pemilahan
terapi penyakit penyerta. [5]
D.
Pendidikkan
Pendidikan
adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan,
dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian.
Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.[6]
Etimologi kata
pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti
“menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti
“keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap
pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau
tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap
seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah
atas, dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang. Sebuah hak atas
pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak
setiap orang atas pendidikan.[7] Meskipun
pendidikan adalah wajib di sebagian besar tempat sampai usia tertentu, bentuk
pendidikan dengan hadir di sekolah sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil
orang tua memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yang serupa
untuk anak-anak mereka.
Pendidikan
merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap
manusia Indonesia berhak mendapatkannya dan diharapkan untuk selalu berkembang
didalamnya, Pendidikan tidak akan ada habisnya. Pendidikan secara umum
mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu
untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik
itu sangat penting. Kita di didik menjadi orang yang berguna baik bagi Negara, Nusa
dan Bangsa. Pendidikan pertama kali yang kita dapatkan di lingkungan keluarga
(Pendidikan Informal), lingkungan sekolah (Pendidikan Formal), dan lingkungan
masyarakat (Pendidikan Nonformal). Pendidikan Informal adalah pendidikan yang
diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak
seseorang lahir sampai mati. Proses pendidikan ini berlangsung seumur hidup. Sehingga
peranan keluarga itu sangat penting bagi anak terutama orang tua. Orang tua
mendidik anaknya dengan penuh kasih sayang. Kasih sayang yang diberikan orang
tua tidak ada habisnya dan terhitung nilainya. Orang tua mengajarkan kepada
kita hal-hal yang baik misalnya, bagaimana kita bersikap sopan-santun terhadap
orang lain,menghormati sesama,dan berbagi dengan mereka yang kekurangan.[8]
E.
Pendidikan
Indonesia Di Tengah Pandemi Covid-19
Sebagaimana
hampir semua orangtua di Indonesia pada saat ini, saya dan istri juga
kebagian tanggung jawab mendampingi anak kami belajar dari rumah. Kami dan
banyak orangtua harus mengakui bahwa menjelaskan berbagai mata pelajaran
dan menemani anak-anak mengerjakan tugas-tugas sekolah tidak semudah yang
dibayangkan. Kerja keras para guru dan dosen selama ini sungguh patut
diapresiasi. Di tengah pembatasan sosial akibat wabah covid-19, kita harus
tetap semangat mengejar dan mengajar ilmu pengetahuan. Hampir tidak ada yang
menyangka, wajah pendidikan akan berubah drastis akibat pandemi covid19.
Konsep
sekolah di rumah (home-schooling) tidak pernah menjadi arus utama dalam wacana
pendidikan nasional. Meski makin populer, penerapan pembelajaran online (online
learning) selama ini juga terbatas pada Universitas Terbuka, program kuliah
bagi karyawan di sejumlah universitas dan kursus-kursus tambahan (online
courses). Tapi, kebijakan physical distancing untuk memutus penyebaran wabah,
memaksa perubahan dari pendidikan formal di bangku sekolah menjadi belajar dari
rumah, dengan sistem online, dalam skala nasional. Bahkan, ujian nasional tahun
ini terpaksa ditiadakan. Tantangan pendidikan Sistem pendidikan online pun
tidak mudah. Dengan kata lain, sistem pembelajaran online ini berpotensi
membuat kesenjangan sosial ekonomi yang selama ini terjadi, menjadi makin melebar
saat pandemi. Kemenaker (20/4) mencatat sudah lebih dari 2 juta buruh dan
pekerja formal-informal yang dirumahkan atau diPHK. Dengan kondisi seperti ini,
banyak orangtua kesulitan menyediakan kesempatan pendidikan yang optimal bagi
anak-anak mereka.
Proses
belajar-mengajar di Indonesia dilakukan secara daring atau online dari rumah
masing-masing. Kebijakan ini diambil dalam rangka memutus rantai penyebaran
Covid-19 yang tengah mewabah di Indonesia. Proses belajar-mengajar tersebut
ternyata berpengaruh pada pembelajaran itu sendiri. Mulai dari tempat, kondisi
dan jaringan internet sebagai penghubungnya.
Hasil
Survei Cepat Pembelajaran Dari Rumah dalam Masa Pencegahan Covid-19,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan guru yang memberikan pembelajaran
dari rumah juga mengalami hambatan serupa. Pertama, hambatan jaringan internet
yang kurang memadai. Survei menunjukkan hambatan ini terjadi di wilayah 3T dan
non 3T dengan masing-masing presentase 21,3 persen dan 20 persen. Kedua, guru
juga mengalami kesulitan dalam mengamati perkembangan siswa selama proses ini
dengan persentase 19,6 persen bagi guru di wilayah 3T dan 20,5 persen bagi guru
di wilayah non-3T. Hambatan lain yang dihadapi para guru yakni banyak siswa
yang merasa kesulitan melaksanakan pembelajaran dari rumah. Guru sulit
berkoordinasi dengan orang tua siswa. Belum mampu mengoptimalkan mesin digital.
Lalu
kurangnya berkonsentrasi dalam mengajar dan membimbing siswa. Sulit memberikan
penilaian. Tidak memiliki perlengkapan yang dibutuhkan seperti laptop atau
komputer. Guru juga mengalami kesulitan berkoordinasi dengan guru lain atau
kepala sekolah dan siswa kurang disiplin.[9]
F.
Pandangan
Ulama Terhadap Pendidikan Belajar Sendiri di Rumah (Daring)
Belajar
Ilmu Agama Itu Mesti Ada Guru. Rasullah SAW bersabda:
من لا شيخ له فالشيطان شيخه
Artinya:
“Barangsiapa yang tidak mempunyai guru, maka syaitan itulah gurunya”.
قال على كرم الله وجهه : أنا عبد من علمنى حرفآ
واحدآ إن شاء باع وإن شاء اعتق وإن شاء استرق
Sayyidina
Ali Karamallahu Wajhah berkata: “Saya adalah budak (hamba sahaya) bagi siapa
saja yang mengajari saya mesti pun satu huruf, terserah padanya, saya mau
dijual, dimerdekakan ataupun tetap menjadi budaknya”.
Bercermin
kepada perkataan Sayyidina Ali tersebut memang seharusnya kita semua berterima
kasih sebesar-sebarnya kepada guru kita, memuliakan mereka (menjaga akhlak) dan
senantiasa mendoakan mereka. Mereka yang mengajari kita tanpa pamrih, sangat
besar peran mereka dalam ‘membentuk’ kita.
Sebahagian
daripada adab kita terhadap mereka (guru) adalah:
ومن توقير المعلم أن لايمشى أمامه، ولا يجلس مكانه،
ولا يبتدئ بالكلام عنده إلا بإذنه، ولا يكثر الكلام عنده، ولا يسأل شيئا عند
ملالته ويراعى الوقت، ولا يدق الباب بل يصبر حتى يخرج الأستاذ
Termasuk
arti menghormati guru, yaitu jangan berjalan di depannya, jangan duduk di
tempatnya, jangan memulai berbicara kecuali atas perkenan darinya, dan jangan
banyak berbicara (hal-hal yang tidak perlu) kepadanya, dan jangan menanyakan
hal-hal yang membosankannya, cukuplah dengan sabar menanti diluar hingga ia
sendiri yang keluar dari rumahnya.
Alkisah:
Suatu
hari Abdullah ibn ‘Abbas datang kerumah Zaid ibn Tsabit (gurunya) untuk belajar
beberapa ilmu, sesampainya didepan rumah gurunya, ketika hendak mengetuk pintu
Abdullah ibn ‘Abbas khawatir “wrong-time”, sehingga beliau memutuskan untuk
menunggu saja diluar, bahkan beliau menunggunya hingga berjam-jam namun gurunya
(Zaid ibn Tsabit) belum juga keluar.
Angin
yang berhembus membawa debu padang pasir mengenainya sampai hitam mukanya, tapi
beliau tidak sedkitpun beranjak dari tempatnya dan menunggu dengan sabar,
bahkan tidak terbisik sedikitpun dalam hatinya: “Aaah lama sekali beliau
didalam, mending saya pulang saja, lebih baik saya cari saja orang lain untuk
mengajari saya”. Akhirnya, Zaid ibn Tsabit membuka pintu dan mendapati
Sayyidina Abdullah bin ‘Abbas disana. Lalu, Zaid ibn Tsabit berkata: “Wahai
anak paman Rasulullah (Abdullah bin ‘Abbas) kenapa engkau tidak mengirim
seseorang untuk memberitahuku biar aku saja yang datang ketempatmu, jika kamu
perlu”.
Zaid ibn Tsabit mengatakan demikian karena menghormati ahlul bait; orang yang
punya hubungan kekeluargaan dengan Rasulullah, bahkan Zaid ibn Tsabit orang
yang sangat tawadhu’, lantas spontan Abdullah bin ‘Abbas menjawab:
والعلم يؤتى ولا يأتي
Artinya:
“ilmu itu didatangi bukan yang datang”. (Saya yang datang ke tempat ilmu, bukan
ilmu yang datang kepada saya).
Kemudian
Zaid ibn Tsabit keluar menaiki kudanya, Abdullah bin ‘Abbas memegang kendali
(tali) kudanya. Mungkin kalau diibaratkan sekarang, membukakan pintu mobil,
memapahnya masuk. Namun apa yang terjadi? Zaid ibn Tsabit berkata: “Tidak usah,
tidak usah dipandu, biarkan saja”. Sepertinya beliau sangat keberatan karena
anak paman nabi yang melakukannya.
Abdullah
ibn ‘Abbas pun berkata:
هكذا اميرنا أن نفعل بعلماءنا
Artinya:
“Demikian kami diperintahkan untuk sopan (memperlakukan) kepada ulama-ulama
kami”.
Walhasil,
Abdullah ibn ‘Abbas pun menjadi muridnya Zaid ibn Tsabit. Bahaya belajar agama
hanya dengan membaca (tanpa talaqqi atau tanpa mengaji pada para ulama):
1.
Buku ditulis oleh orang yang sesat (Wahabi dan semacamnya), sehingga ia akan
tersesat seperti penulisnya.
2.
Buku ditulis oleh orang yang lurus (ulama Sunni), tetapi ada kesalahan cetak
dalam buku karyanya, maka dia akan tersesat seperti bukunya.
3.
Bukunya ditulis oleh orang yang lurus (ulama Sunni), tetapi ada sisipan, dass,
pemalsuan dari pihak-pihak tidak bertanggung jawab, maka dia juga akan tersesat
mengikuti buku itu.
4.
Buku ditulis oleh orang yang lurus, tidak ada salah cetak dan sisipan, tetapi
dia salah paham terhadap buku tersebut, sehingga dia tersesat.
Karena
itu, agar kita selamat. Belajarlah kepada ulama yang bersanad dan tsiqah
(terpercaya). Janganlah belajar kepada para “kutu buku” yang mengajarkan sebuah
kitab tanpa di-talaqqi-kanterlebih dahulu. Banyak ustadz dan da’i kagetan yang
mendadak menjadi ahli fatwa yang menghukumi halal-haram, bid’ah atau sunnah,
dan mana yang sesat atau selamat. Mereka merasa cukup paham satu ayat dan sudah
bisa ber-istinbath mengeluarkan fatwa. Alasan mereka adalah hadits Nabi SAW
yang gemar mereka kutip: “Ballighu ‘anni walau ayat”, “sampaikan dariku meski
hanya satu ayat”.
Bagaimana sebenarnya maksud hadits
Nabi tersebut?
٣٢٠٢
– حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ
مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّحَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ
أَبِي كَبْشَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي
إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Artinya:
“Telah bercerita kepada kami Abu ‘Ashim adl-Dlahhak bin Makhlad telah
mengabarkan kepada kami Al-Awza’iy telah bercerita kepada kami Hassan bin
‘Athiyyah dari Abi Kabsyah dari ‘Abdullah bin ‘Amru bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan
ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa
(dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati
tempat duduknya di neraka”.[10]
Tiga
kitab hadits (Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi) mencantumkannya dalam bab
Bani Israil. Kenapa? Nah di sini clue penting yang menjadi hilang kalau hadits
di atas tidak dikutip secara lengkap seperti yang dilakukan para da’i dan
ustadz dadakan itu.
Pertama,
hadits di atas bicara soal penyampaian informasi. Rasul menjelaskan ayat yang
beliau baru terima tidak selalu didepan semua sahabat. Adakalanya saat menerima
wahyu Rasul didampingi oleh 2-3 sahabat. Atau saat memberikan penjelasan di
masjid, ada sahabat yang tidak hadir. Ini sebabnya dalam riwayat lain Nabi
bersabda “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir” (HR.
Bukhari-Muslim).
Inilah
konteks hadits ‘sampaikan dariku meski satu ayat’. Sahabat diminta menyampaikan
penjelasan Rasul kepada yang tidak hadir atau tidak mendengar langsung dari
Rasul agar mereka juga tahu apa penjelasan dari Rasul. Jadi, meski seorang
sahabat hanya mendengar satu ayat, tapi kalau satu ayat itu tidak diketahui
oleh yang lain, sampaikanlah. Begitulah penjelasan Ibn Hajar dalam Fathul Bari
yang men-syarah-i hadits di atas.
Kedua,
hadits di atas juga mengabarkan bahwa info yang disebar itu bukan hanya dari
Rasul tapi juga dari bani Israil. Mungkin ini sebabnya hadits ini suka dipangkas
karena sudah menyebut soal bani Israil. Kalau konsisten mau berdalil dengan
hadits ini maka jelas kita harus sampaikan juga info lainnya termasuk dari bani
Israil. Jangan menyembunyikan info untuk kepentingan tertentu.
Hadits
di atas sesungguhnya tengah mengajarkan kita tentang pentingnya memberikan
keseimbangan info. Mentang-mentang tidak suka dengan kelompok tertentu maka
dalil bantahan mereka disembunyikan. Ini tidak benar karena info dari bani
Israil saja kata Nabi tidak mengapa diceritakan, sebagaimana para sahabat
menceritakan penjelasan ayat dari Nabi. Di sinilah tingginya muatan moral dari
Nabi masalah penyebaran informasi ini.
Ketiga,
ada satu larangan dalam hadits di atas, yaitu kita jangan bohong atas nama
Rasul atau mengada-ngadakan cerita bahwa Rasul bilang begini dan begitu padahal
itu tidak benar. Melakukan dusta atas nama Rasul ini akan dijamin masuk neraka
seperti disebutkan dalam bagian akhir hadits di atas.
Walhasil,
dengan membaca teks lengkap dan memahami konteks serta membaca syarh hadits
tersebut, maka kita akan memperoleh pemahaman yang menyeluruh bahwa hadits di
atas bukan bermakna boleh berdakwah apalagi mengeluarkan fatwa cuma dengan
modal satu ayat. Menyampaikan berita atau informasi itu tidak sama dengan
menyampaikan kandungan atau tafsir ayat Al-Qur'an.
Ibaratnya, bagian Humas dengan bagian Litbang itu jelas berbeda.
Yang satu cuma meneruskan informasi yang ada, dan yang satu lagi mengkaji dan
meneliti informasi tersebut.
Jelas
hadits tersebut kalau dibaca secara lengkap tidak bicara dalam konteks
berdakwah apalagi memutus perkara halal-haram, atau dipakai untuk
menyalah-nyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman. Hadits di atas sejatinya
bicara soal penyampaian, penyeimbangan dan akurasi informasi.
G.
Solusi
Pendidikan Di Tengah Pandemi Covid-19
Sistem
pembelajaran jarak jauh (PJJ) dianggap tetap sebagai solusi yang terbaik bagi
dunia pendidikan di Indonesia saat pandemi COVID-19 masih terjadi. Guru Besar
Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Thamrin Usman, menyambut baik
keputusan bersama empat lembaga pemerintah yang tetap memberlakukan sistem PJJ
selama masih pandemik COVID-19.
Mantan
Rektor Untan itu berpendapat keputusan untuk tetap memberlakukan PJJ di 94
persen aktivitas pendidikan di wilayah Indonesia merupakan
kebijakan menarik dan tepat. Menurut Thamrin, memang pola PJJ mayoritas tidak
dianggap menyenangkan oleh para murid atau mahasiswa, pengajar, dan orang tua,
dengan berbagai argumentasi hambatan. Hanya saja, aspek keselamatan dan
kesehatan itu lebih utama dibandingkan kendala PJJ. Mengenai hambatan PJJ,
dapat saja dibahas bersama solusinya antara sekolah dan orang tua murid.
Keempat
kementerian itu adalah, Kemdikbud, Kemdagri, Kemenag, dan Kemenkes. Dalam SKB
yang disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim, sebanyak 94
persen sekolah di wilayah Indonesia masih harus melakukan aktivitas belajar
jarak jauh. Nadiem kemudian menyebutkan, hanya 6 persen sekolah dianggap di
zona hijau boleh saja lakukan belajar tatap muka. Kendati begitu, harus tetap
mematuhi persyaratan yang ketat.[11]
Berbagai
langkah telah diambil, namun masih menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak
yang ditimbulkan pandemi covid-19 dalam dunia pendidikan. Berikut berbagai
dampak yang dirasakan oleh para pelajar selama menerapkan metode pembelajaran
jarak jauh:
Pertama,
minat belajar menurun. Pandemi yang seakan-akan tidak berujung ini dapat
menimbulkan beban mental para pelajar. Tidak adanya kepastian terkait berapa
lama penutupan sekolah akan membuat minat belajar menurun. Selain itu, beban
tugas yang diberikan selama pembelajaran secara online ini tidak sebanding
dengan pemahaman belajar secara langsung atau tatap muka.
Kedua,
Praktikum dan kuliah lapangan tidak bisa dilaksanakan. Praktikum yang biasanya
dilakukan di laboratorium dan kuliah lapangan di luar kelas menjadi terhambat.
Sehingga pemahaman siswa terkait materi pembelajaran tidak maksimal. Sarana dan
Prasarana yang tidak memadai
Ketiga,
tidak semua sarana dan prasana memadai, keluhan akan jaringan internet di
beberapa daerah atau biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli paket internet
menjadi polemik saat pembelajaran online ini. Selain itu, kejelasan terkait UKT
mahasiswa perguruan tinggi yang tidak jelas kegunaanya.
Pandemi
ini bisa menjadi momentum untuk kebangkitan pendidikan nasional, juga menjadi
peluang untuk menyadarkan orang tua bahwa beban pendidikan anak tidak hanya
diserahkan kepada guru/dosen semata. Pembelajaran sesungguhnya adalah proses
pengubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran dan pelatihan.
Dampak yang ditimbulkan pandemi covid-19 memang perlu menjadi perhatian
bersama. Stakeholder yang terkait dengan dunia pendidikan harus mengambil
langkah optimal supaya mencegah terjadinya penurunan kualitas pendidikan. Semua
stakeholder terkait baik itu pemerintah, praktisi pendidikan, pendidik, orang
tua, masyarakat dan peserta didik harus bersinergi dalam rangka mengambil
langkah terbaik untuk keberlangsungan dunia pendidikan kedepannya. Bukan tidak
mungkin kondisi ini akan terjadi lagi dimasa yang akan datang. Dengan adanya
pandemi ini kita bisa belajar dan memperbaiki sistem pendidikan serta
mempersiapkan metode yang tepat apabila kondisi seperti ini terjadi lagi.[12]
H.
Kesimpulan
·
Sistem
pembelajaran jarak jauh (PJJ) dianggap tetap sebagai solusi yang terbaik bagi
dunia pendidikan di Indonesia saat pandemi COVID-19 masih terjadi.
·
Berbagai langkah
telah diambil, namun masih menimbulkan kekhawatiran terhadap dampak yang
ditimbulkan pandemi covid-19 dalam dunia pendidikan. Pertama, minat belajar
menurun. Kedua, Praktikum dan kuliah lapangan tidak bisa dilaksanakan. Ketiga,
tidak semua sarana dan prasana memadai, keluhan akan jaringan internet di
beberapa daerah atau biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli paket internet
menjadi polemik saat pembelajaran online ini.
[3]. https://www.who.int/docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200423-sitrep-94-covid-19.pdf
[4]. Ibid
[6]. Dewey,
John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlm. 1–4. ISBN 0-684-83631-9.
[7]. ICESCR,
Article 13.1
[8]. https://bunghatta.ac.id/artikel-259-pentingnya-pendidikan-bagi-semua-orang.html#:~:text=Pendidikan%20secara%20umum%20mempunyai%20arti,bagi%20Negara%2CNusa%20dan%20Bangsa.
[9]. https://www.merdeka.com/uang/kendala-dan-tantangan-belajar-dari-rumah-dari-akses-internet-hingga-hambatan-guru.html
[10]. Hadits
dari kitab shahih Bukhari (hadits nomor 3202) di atas biasanya dikutip tidak
utuh, makanya saya cantumkan lengkap di atas. Hadits tersebut juga tercantum
dalam Sunan Abi Dawud, hadits nomor 3177; Sunan At-Tirmidzi, hadits nomor 2593;
dan Musnad Ahmad, hadits nomor 6198.
Good
ReplyDeleteبارك الله فيك. 👍👍
ReplyDelete