KURBAN ONLINE Studi Krisis dalam Bidang Fiqh Kontemporer
KURBAN
ONLINE
Studi
Krisis dalam Bidang Fiqh Kontemporer
Jurusan
Ilmu Al-Quran dan Tafsir Kelas Internasional
UIN
SUSKA Riau
A. Penjelasan Tentang Kurban
Dalam
bahasa Arab, Qurban dikenal dengan nama al-Udh-hiyyah, maknanya menurut bahasa
adalah hewan yang dikurbankan, atau hewan yang disembelih pada hari Idhul Adha.
Sedangkan menurut Ahli Fiqh, al-Udh-hiyyah didefenisikan sebagai berikut:
وَهِيَ مَا يُذ بَحُ مِنَ
النَّعَمِ تَقَرُّبًا إِلى اللهِ تَعَاَلى مِنْ يَوْمِ ْالعِيْدِ إِلَى أخِرِ
أيَّام التَّشْرِيْقِ
Artinya:
“Hewan yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, sejak hari Idul
Adha hingga ke hari-hari Tasyrîq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah)”.[1]
Dan
menurut Al-Jaziri kurban ialah untuk menyebutkan sesuatu hewan dari jenis hewan
ternak yang disembelih atau dijadikan kurban untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT. di hari raya Idul Adha baik dia sedang melaksanakan ibadah haji
ataupun tidak mengerjakan.Dari definisi –definisi tersebut di atas, kurban
adalah penyembelihan hewan ternak yang dilakukan pada hari raya Idul Adha dan
sampai akhir hari tasyrik (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijah) untuk mandekatkan
diri kepada Allah SWT.
B. Dalil Memerintahkan Berkurban
Dalam
ajaran Islam, ibadah Qurban disyari’atkan pada tahun kedua Hijriah. Dilihat
dari aspek sejarah, ibadah Qurban telah ada sejak zaman Nabi Adam AS,
sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an:
وَٱتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ
ٱبْنَىْ ءَادَمَ بِٱلْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ
أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ ٱلْءَاخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ ۖ
قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ
Arti:
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut
yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa". (Qs. al-Mâ’idah [5]: 27).
Kemudian
ibadah Qurban juga dilaksanakan oleh Khalîlullâh Ibrahim AS, sebagaimana firman
Allah SWT:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ
ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ
فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن
شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Arti: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar". (Qs. ash-Shâffât [37]: 102)
Dalil
dari al-Qur’an, antara lain:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”. (Qs. Al-Kautsar
[108]: 2).
Dan
firman Allah SWT:
وَٱلْبُدْنَ جَعَلْنَٰهَا لَكُم
مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَٱذْكُرُوا۟ ٱسْمَ
ٱللَّهِ عَلَيْهَا صَوَآفَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا۟ مِنْهَا
وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْقَانِعَ وَٱلْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ
سَخَّرْنَٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah,
kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah
ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian
apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang
yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan
kamu bersyukur”. (Qs. Al Hajj [22]: 36)
Dalil
dari Sunnah, antara lain:
ما عمل ادمى من عمل يوم النحر أحب إلى الله من
إراقة الدم، إنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأشعارها وأظلافها. وإن الدم ليقع من
الله بمكان قبل أن يقع من الأرض فطيبوا بها نفسا
Artinya:
“Tidaklah seorang manusia melakukan suatu amal pada hari Nahar (10 Dzulhijjah)
yang lebih dicintai Allah SWT daripada menumpahkan darah (menyembelih Qurban).
Sesungguhnya hewan Qurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, bulu
dan kukunya. Sesungguhnya Allah SWT telah menerima niat berkurban itu sebelum
darahnya jatuh ke tanah. Maka bersihkanlah jiwamu dengan beribadah Qurban”.
(HR.Al-Hâkim, Ibnu Mâjah dan at-Tirmidzi).
Dan
hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
C. Kurban Di Masa Pandemi
Hari Raya Idul Adha akan lagi. Sejumlah orang mulai
memasarkan hewan kurbannya dalam Whatsapp Group (WAG) maupun media sosial
masing-masing. Pemerintah meresponsnya dengan merilis aturan kurban di masa
pandemi covid-19.
Panduan penyelenggaraan Salat Idul Adha dan Penyembelihan
Hewan Kurban Tahun 1441H/2020M menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19
itu terbit dalam bentuk Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020 yang ditandatangani
hari ini oleh Menteri Agama Fachrul Razi. "Untuk pemotongan hewan kurban
di masa pandemi, masyarakat harus memperhatikan persyaratan yang telah
ditetapkan. Salah satunya, menerapkan jaga jarak fisik (physical
distancing)," ungkap Menteri Agama Fachrul Razi, seperti dikutip dari
laman Kemenag.[2]
Berikut persyaratan pemotongan hewan kurban di masa pandemi
seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020.
·
Penerapan
jaga jarak fisik
1) Pemotongan hewan kurban dilakukan di area yang
memungkinkan penerapan jarak fisik.
2) Penyelenggara mengatur kepadatan di lokasi penyembelihan,
hanya dihadiri oleh panitia dan pihak yang berkurban.
3) Pengaturan jarak antar panitia pada saat melakukan
pemotongan, pengulitan, pencacahan, dan pengemasan daging.
4) Pendistribusian daging hewan kurban dilakukan oleh panitia
ke rumah mustahik.
·
Penerapan
kebersihan personal panitia
1) Pemeriksaan kesehatan awal yaitu melakukan pengukuran suhu
tubuh di setiap pintu/jalur masuk tempat penyembelihan dengan alat pengukur
suhu oleh petugas.
2) Panitia yang berada di area penyembelihan dan penanganan
daging, tulang, serta jeroan harus dibedakan.
3) Setiap panitia yang melakukan penyembelihan, pengulitan,
pencacahan, pengemasan, dan pendistribusian daging hewan harus menggunakan
masker, pakaian lengan panjang, dan sarung tangan selama di area penyembelihan.
4) Penyelenggara hendaklah selalu mengedukasi para panitia
agar tidak menyentuh mata, hidung, mulut, dan telinga, serta sering mencuci
tangan dengan sabun atau hand sanitizer.
5) Panitia menghindari berjabat tangan atau kontak langsung,
serta memperhatikan etika batuk/bersin/meludah.
6) Panitia yang berada di area penyembelihan harus segera
membersihkan diri (mandi) sebelum bertemu anggota keluarga.
·
Penerapan
kebersihan alat
1) Melakukan pembersihan dan disinfeksi seluruh peralatan
sebelum dan sesudah digunakan, serta membersihkan area dan peralatan setelah
seluruh prosesi penyembelihan selesai dilaksanakan.
2) Menerapkan sistem satu orang satu alat. Jika pada kondisi
tertentu seorang panitia harus menggunakan alat lain maka harus dilakukan
disinfeksi sebelum digunakan.
D. Fatwa MUI Tentang Penyelenggaraan Kurban
Di Masa Pandemi
Majelis
Ulama Indonesia (MUI)
menerbitkan fatwa mengenai salat Idul Adha dan
penyembelihan hewan kurban di masa pandemi Covid-19. Fatwa yang
ditandatangani pada 6 Juli 2020 itu menyatakan pelaksanaan salat Idul Adha di
tengah wabah virus corona mengikuti
ketentuan fatwa MUI sebelumnya saat penyelenggaraan Idul Fitri. Sementara poin
lain panduan menyinggung soal pelaksanaan penyembelihan kurban yang bisa
dilakukan dengan memanfaatkan keluasan waktu selama empat hari sejak 10
Zulhijah atau 31 Juli 2020.
Sekretaris
Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam mengatakan jelang hari raya umat Islam ini diperlukan
panduan khusus agar beribadah aman dari penularan virus corona tetapi juga
sesuai kaidah hukum agama. "Fatwa ini dibahas dan ditetapkan untuk
memastikan pelaksanaan salat Idul Adha dan ibadah kurban sesuai ajaran agama
dan tetap menjaga keselamatan, menjaga protokol kesehatan agar tidak berpotensi
menyebabkan penularan Covid-19," kata Asrorun.
MUI
menyatakan, penyembelihan hewan kurban di tengah pandemi Covid-19 ini harus
tetap mematuhi protokol kesehatan demi mencegah dan meminimalkan potensi
penularan. Adapun panduan penyembelihan hewan kurban Idul Adha 2020 di masa
pandemi Covid-19 sebagai berikut:
1.
Pihak yang terlibat dalam proses penyembelihan saling menjaga jarak fisik
(physical distancing) dan meminimalisir terjadinya kerumunan.
2.
Selama kegiatan penyembelihan berlangsung, pihak pelaksana harus menjaga jarak
fisik (physical distancing), memakai masker, dan mencuci tangan dengan sabun
selama di area penyembelihan, setiap akan mengantarkan daging kepada penerima,
dan sebelum pulang ke rumah.
3.
Penyembelihan kurban dapat dilaksanakan bekerja sama dengan rumah potong hewan
dengan menjalankan ketentuan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 12 Tahun 2009
tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.
4.
Dalam hal ketentuan pada huruf c tidak dapat dilakukan, maka penyembelihan
dilakukan di area khusus dengan memastikan pelaksanaan protokol kesehatan,
aspek kebersihan, dan sanitasi serta kebersihan lingkungan.
5.
Pelaksanaan penyembelihan kurban bisa mengoptimalkan keluasan waktu selama 4
(empat) hari, mulai setelah pelaksanaan shalat Idul Adha tanggal 10 Zulhijah
hingga sebelum Magrib tanggal 13 Zulhijah.
6.
Pendistribusian daging kurban dilakukan dengan tetap melaksanakan protokol
kesehatan. MUI juga meminta pemerintah memfasilitasi pelaksanaan protokol
kesehatan dalam menjalankan ibadah kurban. Dengan begitu, kegiatan bisa
terlaksana sesuai dengan ketentuan syariat Islam sekaligus juga terhindar dari
potensi penularan Covid-19.
Adapun
rekomendasi MUI terkait Pelaksanaan Idul Adha saat Pandemi Covid-19 antara lain
ialah Fatwa mengenai pelaksaan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban
itu bukan saja memuat soal panduan ibadah melainkan juga sejumlah rekomendasi.
Pengurus MUI memberikan enam rekomendasi di antaranya meminta pengurus masjid
menyiapkan penyelenggaraan salat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban
berpedoman pada fatwa. Selain itu MUI mengimbau umat Islam yang punya kemampuan
untuk melaksanakan kurban, baik dilaksanakan sendiri maupun dengan cara
diwakilkan (taukil). Pengurus MUI juga meminta panitia kurban memfasilitasi
jamaah yang hendak melaksanakan ibadah kurban dengan berpedoman pada fatwa ini.
"Panitia kurban agar menghimbau kepada umat Islam yang tidak terkait
langsung dengan proses pelaksanaan ibadah kurban agar tidak berkerumun menyaksikan
proses pemotongan,".
Rekomendasi
selanjutnya adalah, panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang
pelayanan ibadah kurban disarankan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman. Selanjutnya,
MUI juga meminta pemerintah menjamin keamanan dan kesehatan hewan kurban, serta
menyediakan sarana prasarana penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong
hewan (RPH) sesuai fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal.[3]
E. Problem yang Terkait
Dalam Penyelenggaraan Kurban
·
Apakah pada
malam harinya juga boleh dilakukan penyembelihan hewan Qurban?
Waktu
yang afdhal untuk menyembelih Qurban adalah siang hari. Boleh dilakukan malam
hari, akan tetapi hukumnya makruh. Karena dalam sebuah hadits disebutkan,
أنه نهى عن الذبح
بالليل
Artinya:
“Rasulullah SAW melarang menyembelih hewan pada malam hari”. (HR.ath-Thabrâni)[4]
Larangan
penyembelihan pada malam hari tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, antara lain: kekeliruan dalam penyembelihan, menyulitkan dalam pembagian,
sulit untuk menyaksikan penyembelihan dan tidak memperlihatkan syi’ar ibadah
Qurban.
·
Apakah orang
yang belum akikah boleh berkurban?
Orang
yang belum akikah boleh melaksanakan ibadah Qurban dengan beberapa alasan.
Pertama, karena hukum akikah dan Qurban sama-sama Sunnat Mu’akkad. Kedua,
karena akikah itu kewajiban orang tua terhadap anaknya, bukan kewajiban
seseorang terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
كل
غلام رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويلحق ويسمى
Artinya:
“Setiap anak tergadai dengan akikahnya, akikahnya itu disembelihkan untuknya
pada hari ketujuh (kelahirannya), rambutnya dicukur dan diberi nama”. (HR.
Ahmad dan empat kitab as-Sunan).
·
Bagaimana pula
hukumnya menyembelih hewan Qurban untuk orang yang telah meninggal dunia?
Terdapat
beberapa pendapat ulama dalam masalah ini. Menurut Mazhab Syafi’i, tidak boleh
berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, kecuali jika orang yang telah
meninggalkan dunia itu meninggalkan wasiat sebelum ia meninggal. Karena Allah
SWT berfirman:
وأن
ليس للإنسان إلا ما سعى
Artinya:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya”. (Qs. An-Najm [53]: 39).
Jika
orang yang telah meninggalkan dunia tersebut meninggalkan wasiat, maka orang
yang menerima wasiat melaksanakannya dan semua dagingnya mesti disedekahkan
kepada fakir miskin. Orang yang melaksanakan wasiat dan orang lain yang mampu
tidak boleh memakan daging Qurban tersebut, karena tidak ada izin dari orang
yang telah meninggal dunia untuk memakan daging Qurban tersebut.
Menurut
Mazhab Maliki, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal
dunia, jika orang yang meninggal dunia itu tidak menyatakannya sebelum ia
meninggal. Jika orang yang meninggal itu menyebutkannya sebelum ia meninggal
dan bukan nadzar, maka ahli warisnya dianjurkan agar melaksanakannya.
Menurut
Mazhab Hanbali, boleh berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, daging
hewan Qurban tersebut disedekahkan dan dimakan, balasan pahalanya untuk orang
yang telah meninggal dunia tersebut.
Mazhab
Hanafi berpendapat sama seperti pendapat Mazhab Hanbali, akan tetapi menurut
Mazhab Hanafi haram hukumnya memakan daging Qurban yang disembelih untuk orang
yang telah meninggal dunia berdasarkan perintahnya, semua dagingnya mesti diserahkan
kepada fakir miskin.[5]
[1]. Mughni
al-Muhtâj, al-Khathîb asy-Syarbaini, 4/282.
[3]. https://kaltarabisnis.co/wp-content/uploads/2020/07/Fatwa-MUI-Nomor-36-Tahun-2020-Tentang-Shalat-Idul-Adha-dan-Penyembelihan-Kurban-Saat-Wabah-Covid-19-2.pdf
[4]. Dalam
sanadnya terdapat seorang perawi yang statusnya Matrûk. Diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dari al-Hasan secara Mursal. (Nail al-Authâr, asy-Syaukâni, 5/126).
[5]. Al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu, DR.Wahbah az-Zuhaili, 4/2877.
👍👍
ReplyDelete